Assalamualaikum wr.wb.....
Permasalahan gerakan dakwah terlalu kompleks untuk di ungkapkan, namun adanya masalah adalah untuk di seleaikan, bukan untuk di biarkan saja....
Kali ini, adm akan mem posting beberapa masalah internal yang sering terjadi pada jamaah/gerakan dakwah, Agar kader dakwah tahu kelemahan dan kekuranganya, untuk menjadi perbaikan di masa mendatang sehingga estafet pergerakan dakwah ini tetap bergulir. Artikel yang kali ni di posting adalah cuplikan dari sebuah buku tentang dakwah yang penulisnya telah menerbitkan buku-buku dakwah yang cukup terkenal....
Baiklah.... mari kita simak bareng-bareng isi resensinya....
Pembahasan problematika internal lebih didahulukan dari pada pembahasan problematika eksternal karena problem terberat bagi semua jamaah dakwah adalah kendala internal. Ketika problematika internal sudah diselesaikan/dikelola dengan baik, maka amanah dakwah lebih mudah ditunaikan dan problematika eksternal lebih mudah diselesaikan.
Permasalahan gerakan dakwah terlalu kompleks untuk di ungkapkan, namun adanya masalah adalah untuk di seleaikan, bukan untuk di biarkan saja....
Kali ini, adm akan mem posting beberapa masalah internal yang sering terjadi pada jamaah/gerakan dakwah, Agar kader dakwah tahu kelemahan dan kekuranganya, untuk menjadi perbaikan di masa mendatang sehingga estafet pergerakan dakwah ini tetap bergulir. Artikel yang kali ni di posting adalah cuplikan dari sebuah buku tentang dakwah yang penulisnya telah menerbitkan buku-buku dakwah yang cukup terkenal....
Baiklah.... mari kita simak bareng-bareng isi resensinya....
Pembahasan problematika internal lebih didahulukan dari pada pembahasan problematika eksternal karena problem terberat bagi semua jamaah dakwah adalah kendala internal. Ketika problematika internal sudah diselesaikan/dikelola dengan baik, maka amanah dakwah lebih mudah ditunaikan dan problematika eksternal lebih mudah diselesaikan.
Problematika
internal yang sering dijumpai dalam jamaah dakwah adalah gejolak
kejiwaan, ketidakseimbangan aktivitas, latar belakang dan masa lalu,
penyesuaian diri, dan friksi internal.
Gejolak kejiwaan sebenarnya
merupakan persoalan yang dimiliki oleh semua manusia biasa. Dan yang
perlu disadari adalah para aktivis dakwah juga manusia biasa. Gejolak
ini tidak bisa dimatikan sama sekali, tetapi perlu dikelola dengan baik
agar tidak merugikan dakwah dan aktivis dakwah.
Di antara gejolak kejiwaan itu adalah: Pertama,
gejolak syahwat. Banyak orang yang terpeleset oleh gejolak ketertarikan
pada lawan jenis ini. Bagi mereka yang belum menikah, gejolak ini
biasanya lebih besar dan lebih berpeluang “menggoda.” Kedua,
gejolak amarah. Seperti kisah Khalid saat menghadapi Jahdam dan pemuka
bani Jazimah, gejolak amarah ini bisa berakibat fatal termasuk bagi
citra dakwah, hubungan antar aktivis dakwah, dan terjadinya fitnah di
antara kaum muslimin. Ketiga, gejolak heroisme. Semangat
heroisme memang bagus dan sangat perlu, tetapi ketika sudah tidak
proporsional ia akan mendatangkan sikap ekstrem yang berbahaya bagi
kemaslahatan dakwah dan umat. Kasus pembunuhan terhadap Nuhaik yang
dilakukan Usamah bin Zaid adalah contohnya. Keempat, gejolak
kecemburuan. Seperti kecemburuan Anshar pada para mualaf yang
mendapatkan hampir semua ghanimah perang Hunain, sikap ini bisa berefek
pada melemahnya soliditas internal jamaah. Meskipun yang dicemburui oleh
Anshar sebenarnya adalah perhatian Rasulullah dan bukan materi
ghanimah-nya, gejolak ini segera diselesaikan Rasulullah karena jika
dibiarkan bisa berdampak negatif.
Ketidakseimbangan aktivitas juga
menimbulkan problematika tersendiri. Ketidakseimbangan antara aktivitas
ruhaniyah dengan aktivitas lapangan, ketidakseimbangan antara dakwah di
dalam dengan di luar rumah tangga, ketidakseimbangan antara aktivitas
pribadi dengan organisasi, ketidakseimbangan antara amal tarbawi dengan
amal siyasi, ketidakseimbangan antara perhatian terhadap aspek kualitas
dengan kuantitas SDM; semuanya bisa berakibat negatif. Tawazun atau
keseimbangan yang merupakan asas kehidupan, juga harus dipraktekkan
dalam kehidupan berjamaah dan oleh semua aktivis dakwah.
Latar
belakang dan masa lalu aktivis yang buruk bisa pula menjadi problematika
internal dakwah jika tidak dilakukan langkah-langkah solutif. Latar
belakang keagamaan keluarga, misalnya. Ia bisa berbentuk lemahnya
tsaqafah Islam, tekanan keluarga yang menentang aktivitas dakwah, dan
kerancuan dalam orientasi kehidupan. Sedangkan masa lalu yang
“jahiliyah” bisa membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi
kredibilitas sang aktivis dakwah. Solusi atas problem ini terangkum
dalam kata “mujahadah.” Bagaimana seorang aktivis melakukan muhasabah,
menyadari kelemahannya dan melakukan perbaikan diri. Masa lalu memang
tidak bisa diubah, tetapi pengaruhnya bisa dikendalikan.
Problematika
internal yang keempat adalah penyesuaian diri. Yakni penyesuaian diri
terhadap karakteristik pendekatan dan sikap dakwah yang melekat pada
masing-masing marhalah dan orbit dakwah. Sebagaimana corak dakwah yang
berbeda antara fase Makkiyah dan Madaniyah, bahkan masa sirriyah dan
jahriyah pada fase Makkah yang juga berbeda, dakwah saat ini juga
mengalami hal yang sama; ada tahap-tahapnya. Antara mihwar tanzhimi yang
berkonsentrasi pada konsolidasi internal dan mihwar muassasi yang
konsen pada perjuangan politik membuat beberapa kader dakwah tidak mampu
menyesuaikan diri. Hambatannya bisa karena sifat “kelambanan”
kemanusiaan, kecenderungan jiwa, keterbatasan dan perbedaan tsaqafah,
sampai keterbatasan kapasitas. Untuk mengatasi problem ini dibutuhkan
peran kelembagaan dakwah. Jamaah dakwah perlu melakukan persiapan
perubahan fase dakwah, mensosialisasikan cara pandang yang disepakati
tentang batas-batas pengembangan dakwah sehingga jelas mana yang
termasuk pengembangan (tathwir) dan mana yang termasuk penyimpangan (inhiraf). Jamaah dakwah juga harus mendefinisikan mana yang asholah dan tsawabit, serta mana yang mutaghayyirat.
Problem
internal kelima adalah friksi internal. Friksi ini bisa timbul dari
lingkungan yang kecil seperti intern sebuah lembaga dakwah, atau antar
lembaga, atau antar personal pendukung dakwah. Banyak gerakan dakwah
yang harus tutup usia dan kini tinggal nama karena problematika ini.
Friksi dalam sejarah dakwah memberi beberapa pelajaran penting bagi
kita: bahwa friksi merupakan indikasi kelemahan proses tarbiyah, friksi
menandakan adanya kelemahan dalam penjagaan diri para aktivis dakwah,
restrukturiasi dakwah tepat dilakukan terhadap orang-orang yang telah
memahami karakter dakwah itu sendiri, friksi juga bukti keberadaan ego
manusia, penumbuhan al-wa’yul islami (kesadaran berislam) dan al-wa’yu ad-da’awi (kesadaran dakwah) lebih utama dibandingkan sekadar meletupkan hamasah (semangat) bergerak, dan sangat mungkin friksi timbul karena hadirnya pihak ketiga yang sengaja “memecah” jamaah.